*Project cerpen 2017. Satu bulan akan ada dua cerpen sumbangan dari saya dan murid pilihan saya. Tayang setiap akhir bulan di blog ini. Selamat membaca
Anindira Rustandy
‘Ma, Anin lulus, peringkat ke-25,
mama ngapain sih, kok nggak diangkat ?’
Siang ini adalah hari pengumuman
penerimaan siswa baru di salah satu sekolah favorit di Kota Medan. Anin dan
ketiga temannya sudah datang satu jam lebih dahulu sebelum nama – nama siswa
yang lulus ditempel di papan pengumuman. Mereka bertiga alumni dari sekolah SMP Swasta bonafid di kota ini, mereka menempati kelas plus dan termasuk murid yang
selalu langganan peringkat 10 besar.
‘Nin, selamat ya…cuma kau yang
lulus, namaku nggak ada’ Syla menjulurkan tangannya ke hadapan Anin dengan muka
tidak semangat
‘Nin, cuma kau nih yang lulus
diantara kita, hadeeehh aku bakal lanjut di sekolah mahal itu lagi deh’ Puney
pun ikut menyalamin Anin
‘Ya tapi aku sendirian nih, jiper
la awak kawan awak anak pejabat semua’ jawab Anin masam
**
Ibu Retna Purwati sedang berada
di ruangan Tata Usaha, dia sedang membantu mempersiapkan berkas – berkas
penerimaan siswa baru yang akan dimulai esok lusa.
‘Loh, hape saya dimana ya ?’
Tanya Ibu Retna sambil mengecek saku bajunya
‘Perasaan nggak ada megang hape
sih ibuk daritadi, di tas ibu mungkin’ jawab pegawai TU
‘Iya ya, baru sadar sekarang, ini
jam berapa sih ? Anin sudah pengumuman nih’ jawab Bu Retna sambil melangkah ke
ruangannya guna mengecek tasnya.
Ibu Retna adalah seorang kepala sekolah yang memiliki jiwa kepemimpinan yang mumpuni. Banyak guru - guru di sekolahnya yang diam - diam menaruh kagum kepada sifat beliau yang selalu profesional. Tidak pernah merendahkan siapapun. Menomorsatukan kepentingan sekolah daripada kepentingan pribadi. Sederhana ketika berkumpul, tegas ketika memimpin. Rumah beliau berjarak 10 km dengan sekolah, tetapi beliau selalu tiba di sekolah satu jam sebelum lonceng masuk. Sifat disiplin beliau ini yang membuat guru - guru sempat senewen karena mereka juga mau tidak mau harus buru - buru dari rumah.
Lusa adalah penerimaan siswa baru yang kelima kalinya bagi beliau selama menjadi kepala sekolah di SMP Favorit ini. Persiapannya sudah matang, maklum, hari pertama pendaftaran akan sangat sibuk pastinya, mereka mengantisipasi hal - hal apa saja yang kira - kira akan menjadi kendala. Sekolah menengah pertama tertua di desa ini
sangat ramai peminatnya, jika sekolah lain selalu kekurangan jumlah siswa,
sekolah ini malah terpaksa ‘membuang’ siswa.
Ibu Retna melihat jam dinding
sudah menunjukkan pukul 14.00 wib, urusan sekolah sudah bisa ditinggal, semuanya sudah siap. Dia menutup laptopnya yang sedari tadi dia gunakan untuk mengecek laporan keuangan dari bendahara sekolah. Hatinya antara lega dan gelisah. Lega urusan sekolah beliau beres. Gelisah memikirkan anak semata wayangnya lulus atau tidak. Anin pasti sudah berkali - kali menghubungi ke nomor telepon beliau. Pagi ini Bu Retna terlalu terburu - buru, seingat Bu Retna, hapenya sudah masuk ke dalam saku bajunya seperti biasa, tapi hari ini saku itu kosong, mungkin saja hapenya masih terletak di atas pintu lemari es, tempat beliau sering menaruh handphone ketika sedang berada di dapur.
‘Saya pamit pulang lebih dulu ya,
mau nelpon Anin lulus atau tidak, hapenya ketinggalan di rumah’
‘Oooh iya bu, hati – hati bu,
semoga Anin lulus’ jawab Maya Pegawai TU
‘Amiinnn’
**
Anin dan ketiga temannya sedang
berjalan kaki menuju mal yang letaknya hanya 300 meter dari sekolah barunya. Mereka berempat berteman sejak
duduk dibangku kelas 8. Mereka bisa akrab sampai saat ini karena senasib, yaitu
anak perantauan. Di kelas mereka, hanya mereka yang anak kos – kosan. Teman –
teman mereka semuanya adalah anak – anak orang tajir di kota ini. Ramah sih,
tapi mereka segan saja mau mengakrabkan diri.
‘Nin, jadi kau mau ngekos dimana
nanti ?’ Rima membuka pertanyaan, mereka sekarang sedang berada di foodcourt ice
cream
‘Belum tahu nih, paling mama yang
nyariin’ jawab Anin sambil memotong waffle yang dipesannya
‘Pasti seneng banget ya mamamu,
inikan salah satu mimpinya dulu kan ?’ tanya Syla sambil menyuapkan es cream cokelat
ke mulutnya sendiri
‘Iya, makanya aku belajar serius
sebelum tes kemarin’ jawab Anin sambil mengunyah waffle kesukaannya.
Anindira Rustandy adalah anak
semata wayang dari pasangan Ibu Retna Purwati dan Bapak Muhammad Rustandy. Anak
satu – satunya dari seorang Kepala Sekolah SMP Negeri dan Asistant Perkebunan
membuat hidup Anin dari kecil selalu berkecukupan. Anin tumbuh menjadi anak yang
rencana hidupnya sudah disusun matang – matang oleh sang mama. Dari dia masih
kecil, mamanya sudah terobsesi anaknya harus mendapatkan yang terbaik,
bagaimanapun caranya. Saat libur semester pertama SD kelas 5 dahulu, Anin sudah
diberitahu oleh mama tentang dimana dia akan melanjutkan SMP nanti. Mereka pergi
ke Kota Medan untuk berlibur sekaligus untuk menunjukkan sekolah masa depan
Anin. Anin yang pada saat itu masih kelas 5 SD hanya bisa bergumam ‘waaaahh’
saja di dalam mobil, dan dia iya – iya saja disuruh bersekolah disitu ‘kayak di
tipi – tipi sekolahnya’ batin Anin.
Anin belum tahu berapa besarnya
biaya sekolah yang harus dipersiapkan mamanya. Anin belum tahu kalau dia di
sekolahkan mamanya disitu untuk mewujudkan cita – cita mamanya dulu yang tidak
kesampaian.
'Kamu harus bersyukur, jaman
mama sekolah dulu, nenek kamu nggak punya rencana apa – apa untuk mama, jadinya
mama hanya jadi kepala sekolah doang’ pesan
Bu Retna kepada Anin
**
Whatsapp Anin bergetar, di layar
terlihat nama mama sedang memanggil…
‘Assalamualaikum, mama kemana aja
sih ?’ tanya Anin penasaran
‘Walaikumsalam sayang, mama tadi
ke sekolah, hape mama ketinggalan, hehe'
'Kebiasaan deh'
'Anak mamak lulus nih ceritanya ?? Ciyeeeee,
selamat ya cantik, bangga deh, eh papa udah dikasih tahu belum ?’ Tanya Bu Retna
‘Belum Ma, sudah Anin telpon tapi
nggak diangkat juga’
‘Hape papa ketinggalan juga, maafin kami sayang'
’Issss....kebiasaan kali orang Mama lah -_- ’jawab Anin kesal
'Namanya juga sehati' seloro Bu Retna
'Yeeeee' Anin makin kesal
'Makasih ya sayang sudah memberikan yang terbaik untuk mama' suara Bu Retna terdengar terharu
'Anin kali yang makasih Ma, dulu Anin kira cuma buat gaya - gayaan doang, ternyata setelah mama cerita kenapa Anin harus lulus disitu, Anin semangat untuk belajar. I love you Bu Kepseeek' balas Anin sambil mengucap becandaan biasa dia dan mamanya
‘Love you too, anak Bu Kepseek. Yaudah ya, nanti mama kasih tahu
ke papa, baik – baik disana ya, nak. Sampai ketemu minggu depan.
Assalamualaikum’
‘Iya ma, walaikumsalam’
Bu Retna menutup telepon sambil
menitikkan air mata, beliau tampak terharu dan sangat bahagia. Tak henti –
henti beliau mengucapkan terima kasih kepada Allah Swt. Bu Retna menuju kamar anak perempuan kesayangannya, dia menghela nafas seolah - olah ada Anin sedang tidur sambil memeluk guling favoritnya. Ibu Retna mengambil foto Anin yang terpajang di meja belajar. Bu Retna berdialog dengan foto Anin. Anindira, nama yang sudah Bu Retna persiapkan sejak Bu Retna belum menikah. Nama yang diambil dari gabungan dua perempuan keren yang Bu Retna kagumi jaman beliau kuliah dulu. Hari ini, wujud dari mereka berdua sedang bersiap menjalani hari - hari apa yang ingin Bu Retna rasakan dulu. Sungguh apa yang dahulu tidak bisa dirasakan Bu Retna, hari ini
rasa itu diwujudkan oleh anaknya. Tidak bisa bersekolah di SMA favorit itu, setidaknya bisa
membiayai anaknya bersekolah disitu. Terima kasih ya Allah, saya berjanji akan
bekerja lebih keras lagi demi bisa memfasilitasi yang terbaik untuk Anin, untuk
mimpi saya dulu.
0 comments:
Post a Comment