*sinopsis*
*kutipan*
Apa pun yang kau katakan,
bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada disana, menunggumu
mengakui keberadannya.
Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia – sia jika
menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan aku, juga kisahku, aku dan
lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita
isi. Bukankah takdir kita sudah jelas ?
Lalu, saat kau berkata, “Aku mencintaimu”, aku merasa senja
tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata – katamu itu ambigu ? atau,
aku saja yang menganggapnya terlalu saru ?
“Aku mencintaimu,” katamu. Mengertikah kau apa artinya ?
Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan
senja yang sewarna ?
Takdir kita sudah jelas.
Kau, aku, tahu itu.
"Kalau ditolak, paling dia nggak ngomong lagi sama lo selamanya,
karena cewek cenderung kasihan atau menghindari cowok yang udah
ditolaknya."
Mawar merah terlalu standar untuk cewek
seperti kamu.
"Masuk atau gagal, sebenernya jawabannya tetep iya."
Kadang,
orang sering mengaku menyukai sesuatu tetapi nggak benar - benar
menyukainya.
Semua orang punya apresiasi musik yang
berbeda. bukan berarti genre itu jelek, atau sebaliknya. Namanya juga
selera."
Hidup juga kayak cuaca, besok bisa hujan, besok
bisa cerah.
"Semua orang pikir mereka bahagia, kan?",
"Kenapa tiba - tiba nanya begitu?", "Karena......", "Karena lo ingin
seperti mereka?", Strike
Namun, aku tahu Moses bukan tipe orang seperti itu,
dan tidak ada gunanya berharap terlalu banyak.
Ada
kebanggaan tersendiri saat disebut pintar, tapi betapa inginnya aku juga
dibilang cantik.
Freya. Kamu cantik dengan senyum sedihmu.
"Lo
seperti orang yang sadar bahwa lo disukai. Itu yang membuat lo percaya
diri. Tapi, sering kali orang - orang hanya bisa melihat satu sisi saja.
Sisanya nggak lo tunjukkin."
Lakukan apa yang lo mau,
rasain apa yang harus lo rasain.
Padahal, aku kangen suaranya. Kangen mengobrol sebelum
tidur dan mengakhirinya dengan ucapan I love you.
Aku
ingin tahu apa yang dia rasakan; aku sungguh - sungguh ingin tahu.
Hanya saja aku bingung bagaimana harus bertanya.
"Aku ada
disini seandainya kamu butuh orang untuk berbagi."
Gue pengin bilang, sepertinya gue jatuh cinta sama lo. Gue pengin bilang, sepertinya lo orang yang gue cari selama ini, secara nggak sadar.
Sayang. Apakah itu juga satu bentuk rasa yang ku pendam untuk Adrian ?
Haruskah aku mengakui, bahwa waktu dia memelukku, aku sebenarnya senang seperti ada sesuatu yang meledak - ledak di hati ?
"Kalau lo sih, gue yakin pasti ciuman pertama aja gagal total. Atau jangan - jangan, belum pernah lagi."
Terkadang, aku berharap dapat membaca hati orang. Melongok ke dalam sanubari mereka, membaca apa yang tertulis disana.
"Aku suka diajak makan roti bakar malam - malam, pakai saus cokelat yang banyak. Aku suka bakpao talas hangat sambil minum teh melati. Aku suka jalan - jalan di bawah gerimis, suka hunting buku murah, suka nonton film sambil makan popcorn mentega, suka duduk di perpustakaan dan baca buku sepuasnya."
"Buat gue, ciuman pertama memang romantis. Rasanya kayak lo tau bahwa dia memang orang yang tepat untuk lo."
"Sampai kapanpun, luka dari kehilangan seseorang mungkin nggak akan sembuh, Gi."
"Lo mau jawaban jujur atau bohong?"
Itulah gunanya sahabat cowok, bukan ?
Mungkin kita udah nggak cocok lagi. Apa makudnya ?
Atau mungkin karena gue sayang Gia, jadi gue nggak pengin liat hatinya hancur ?
Setetes air matanya menyentuh leherku, dan aku mengucapkan selamat tinggal dalam hati.
Jika bercanda, kenapa raut wajahnya begitu serius ?
Bayangan Adrian masih terlihat dari kaca spion, makin lama makin samar, dan hilang begitu mobil berbelok.
Aku menangis diam - diam di dalam mobil. Kenapa tidak bisa mencintaiku, Freya?
Nggak perlu dijawab. Aku pun sudah tahu.
"Kalau gue pergi, selamanya gue nggak akan bisa ada di sini kayak gini lagi untuk lo."
Jika suatu saat aku mengenang masa - masa SMU, aku tidak ingin mengatakan aku pernah membenci teman terbaikku.
Kenapa masih sulit melupakan walaupun sudah terluka ?
Memaafkan bukan berarti kalah.
Aku masih menyayanginya. Lebih dari apa pun.
"Gue belajar, bahwa ada beberapa hal yang ternyata nggak bisa dipaksakan."
Kali ini, gue benar - benar memeluknya, tak menghiraukan protesnya yang berusaha melepaskan diri.
Dan dengan itu, aku pun mengucapkan selamat tinggal yang sesunguhnya.
Karena ada beberapa hal yang lebih baik tidak terucap.
Dia mengangguk. Untuk sekarang, hanya jawaban itu yang aku butuhkan.
Cinta itu nggak memiliki, Gi. Begitu pula dengan gue; walaupun sekarang rasanya sakit.
Aku mengiyakan, lalu menelungkupkan kepala diatas meja dan menangis.
Dia bilang, dia ingin berdamai,
Dia bilang, setiap akhir adalah sebuah permulaan yang baru.
Dan, gue memercayainya.
Sudah terlalu lama senyum tidak terukir di wajahnya.
Perasaanku tidak menentu. Namun, suara kecil dalam hatiku mengatakan, aku sangat ingin bertemu dengannya..
Ketika dia memelukku, aku tidak cukup kuat untuk menolaknya. Tidak cukup kuat untuk membohongi diri sendiri bahwa selama ini dia tidak berarti apa - apa untukku.
Ada suatu saat kita tidak dapat memilih yang terbaik.
Ada suatu saat di mana kita berbuat kesalahan, dan hidup dalam kenangan penuh penyesalan. Tapi saat ini, aku hanya ingin mengikuti kata hati-kemana pun ia membawaku.
Dan kali ini, ia membawaku menuju cinta.
Judul : Remember When
Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagas Media
Cetakan Pertama, 252 hlm; 13 x 19 cm
ISBN : 979-780-487-9
*wangi bukunya khas banget, aku suka, :)
2 comments:
Nice review! :) makasih ya Indah..
sama - sama kak, makasih juga udah mau baca, hehehe :D
Post a Comment