10-10-10 : Dalam Sebuah Perjalanan Menuju Paris

Sejujurnya, saya gelisah dari malam sebelumnya. Menyimpan rasa kesal luar biasa. Saya menerima sebuah e-mail dari seseorang yang pernah dekat dengan saya.

Hubungan kami berakhir tidak jelas. Saya menganggapnya berakhir. Setidaknya seperti itulah kita akan beranggapan bila hampir satu tahun lebih tak ada komunikasi antara dua orang yang konon memiliki hubungan.

Dan tiba – tiba e-mail itu ada di inbox saya, dikirim dengan nada seperti tidak ada masalah antara kami. Menyapa saya masih dengan sebutan khusus yang dia berikan. Seolah semuanya baik – baik saja. Seperti tidak ada hal yang perlu dibicarakan.

Saya benci bersikap baik – baik saja kalau saya sedang tidak baik – baik.

Ada banyak hal yang saya tidak mengerti tentang hubungan laki – laki perempuan. Saya tak pernah paham sepenuhnya otak laki – laki. Mungkin sama seperti laki – laki tak bisa paham apa isi otak perempuan.

Tapi, dalam sebuah relasi hubungan percintaan, buat saya hanya ada satu aturan dasarnya: kejujuran. Saya tak butuh pasangan yang setia. Saya hanya menuntut pasangan saya untuk jujur.

Sesederhana itu.

Tapi ternyata, meminta kejujuran dari mereka, sama dengan meminta mereka menyerahkan semua hidupnya kepada kita, para perempuan.

Jangan buru – buru menuduh saya feminis. Hubungan percintaan terlalu dangkal untuk dikaitkan dengan pola pikir seorang feminis.

Ini hanya pola pikir seorang saya. Kata Jeffri, rekan sekantor yang sudah lama jadi tempat sampah untuk sebagian besar kisah percintaan saya, persoalan utama saya adalah terlalu berpikir sama dengan laki – laki.

Tentu saja, saya menolak hipotesisnya di awal. Hanya perempuan yang memiliki mata berbinar – binar ketika habis kencan, tetapi bisa juga segera meringkuk ketika patah hati. Dan saya, bisa seperti itu.

‘Lo kurang rumit jadi cewek.’ Kata Jeffri. Saya tak paham. Terlalu rumit salah. Terlalu sederhana, juga dibilang salah. ‘cewek kan suka dibohongi, Ndot.’ Jeffri terbiasa memanggil nama saya dengan Windot.

Saya mendelik. Enak saja. ‘Gue enggak. Gue malah lebih suka kalo mereka ngomong jujur seandainya lagi suka cewek lain.’

‘Nah, di mana menariknya hal itu? Lo jadi tampak baik – baik aja di mata kaum gue.’ Jeffri mengatakan itu tanpa ekspresi. Ia bisa menanggapi saya dengan tetap menatap layar komputer. Sementara saya, duduk di sebelahnya dengan melakukan beragam gaya, mulai dari jongkok, nangkring di atas meja, atau duduk berputar – putar di kursi. Dulu, saya malah suka duduk di kolong mejanya kalau lagi kesal dengan sesuatu.

Saya berkesimpulan, ketika perempuan terlihat baik – baik saja dan tak terganggu dengan apa yang dilakukan lelakinya, si lelaki justru merasa lebih terintimidasi.

‘Iya, kaum gue suka kalau perempuan merasa gelisah karena kami. Perempuan dengan kontrol diri yang baik membuat kami merasa sangat terintimidasi.’

Mungkin, kali ini, sekali lagi hubungan saya gagal karena saya sendiri. Saya terlalu baik – baik saja. Beberapa saran Jeffri sempat saya ikuti. Mengirim SMS tak biasa hanya untuk menanyakan kabar atau meminta pendapatnya padahal saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan. Lambat laun, saya kelelahan sendiri. Saya pun kembali ke tabiat awal saya. Berkirim pesan, berkirim kabar, atau ketemuan kala perlu saja.

Saya pikir, hubungan yangs sehat harus dua arah. Komunikasi yang baik harus timbal-balik. Tak bisa hanya mengharapkan satu orang saja. Saya pernah merasa, tampaknya hanya saya yang berusaha mempertahankan hubungan kami. Tapi untuk apa?

Akhirnya, saya putuskan untuk bersikap sama. Kalau dia tak berkirim kabar, saya tak akan mencari tahu. Saya juga merasa tak perlu berkirim kabar. Sejak itu komunikasi kami mati suri. Itu berlangsung hampir satu setengah tahun.

Lalu, tiba – tiba dia berkirim e-mail. Menyapa ramah dan bertanya kabar. Seolah semuanya baik – baik saja.

Sama seperti dia, saya pikir, saya baik – baik saja.

Namun, hari Minggu, tanggal 10 bulan 10 di tahun 2010, ternyata, saya merasakan sakit.



Life Traveler – Windy Ariestanty

0 comments:

Post a Comment

Footer

Lorem Ipsum

Welcome

Ketika tak bisa lagi bersuara, tak sanggup berperang mulut, lewat tulisan ku sampaikan semuanya.
Powered by Blogger.