INDESCRIBABLE #2, THE LAST LETTER

Suatu malam, Jonas akhirnya telepon gue. Namun, pembicaraan kita canggung dan semakin memperburuk keadaan. Jonas terasa seperti menelpon karena “nggak enak” semacam terpaksa. Dan gue pun nggak nyaman bercerita karena gue sudah kehilangan motivasi dan semangat gue akhir – akhir itu, gue nggak punya cerita yang menarik tentang kehidupan gue yang garing dan hampa tanpanya. Seusai telepon singkat itu, gue nggak mendengar kabar dari Jonas lagi sampai akhir bulan Oktober.

Sejak telepon itu, gue semakin sering merefleksikan permasalahan kita. Perasaan sakit gue sudah hilang, gue kebal sama rasa kecewa yang sudah berulang kali harus gue hadapi. Maka, dengan tenang tanpa emosi, gue menyibukkan diri dengan menulis. Sambil menulis, gue berusaha mencari kesalahan gue. Gue berusaha mencari apa yang salah dengan Jonas, apa yang salah dengan kita. Menelaah tiap kejadian, gue menyadari satu hal. 3 tahun yang lalu, gue memiliki suatu perasaan obsesi untuk mengejar Jonas dan gue selalu percaya bahwa suatu hari dia akan menjadi milik gue. 1 tahun kemudian, jadianlah kita dan gue bahagia. Namun, rasanya setelah hampir 2 tahun pacaran, gue masih terus mengejar dan tidak pernah sekalipun gue merasa di kejar. Gue mengubah banyak hal dalam diri gue, hanya supaya dia terus mencintai gue. Setiapkali dia hilang atau cuek sama gue, gue selalu mencari – cari celah untuk mendapatkan perhatiannya kembali. Jonas adalah orang yang baik. Selain ganteng, dia percaya diri, berprinsip, ambisius, pintar, dan bijaksana. Ia hampir sempurna. Tetapi, gue ? gue nggak pernah tahu apa perasaan dia sesungguhnya untuk gue. Gue mulai – mulai merasa, jangan – jangan, dia sebenarnya sudah lama kehilangan perasaan sama gue tapi berusaha bertahan hanya untuk membuktikan prinsip – pinsipnya. Jangan – jangan ia hanya bertahan karena ia kira hal itu akan membuat gue bahagia.

Tetapi faktanya, semakin kesini, gue semakin menyadari betapa tidak bahagianya gue pacaran sama dia. Mungkin karena ia hampir sempurna, gue selalu merasa diri gue begitu tidak sempurna. Gue berusaha berkali – kali demi menjadi pacar idamannya. Tapi tanpa gue sadari, gue jadi kehilangan siapa diri gue sebenarnya. Gue nggak pernah merasa seperti itu untuk siapapun, gue sampai tidak percaya bahwa ini sungguh terjadi kepada gue. Kesempurnaan Jonas membuat gue menanyakan diri gue semdiri, gue merasa jelek, bodoh, lemah, dan cengeng. Ini bukan gue.

Then it hit me. Sakit banget ntuk mengakuinya, tapi gue rasa gue harus mengakuinya. He is not the one. Or least, not yet. Semua yang sudah kita lalui memang begitu menyenangkan dan akan selamanya menjadi kenangan yang tidak tercapai, kekecewaan yang tidak terucap, dan kemunafikan yang tidak tampak. Gue yakin, Jonas pun telah lama berhasil menyembunyikan perasaannya yang sejujurnya. Dan sakit rasanya, sungguh sakit. Gue betul – betul sayang sama dia, gue mencintai dia. Gue mencintai semua tentang dirinya, gue mencintai keluarganya, gue mencintai hidupnya. Semuanya. Tapi, apakah dia mencintai gue juga equally? Yeah, gue rasa lo juga udah merasa demikian, gue juga merasa jawabannya tidak.

Setelah perang dengan hati gue sendiri, akhirnya gue meutuskan untuk menyelesaikan ini. Ini nggak baik untuk gue, juga nggak baik untuk dia. Mom pernah bersabda kepada gue beberapa tahun yang lalu, “cinta adalah ketika kamu bisa membuat orang yang kamu cintai menjadi orang yang lebih baik”.Dan sudah lama gue meyakini kata – kata dia tersebut. Lihat gue sekarang, lihat Jonas. Kita jelas tidak membuat satu sama lain lebih baik.

Gue duduk di pojok kamar, dengan kertas – kertas kosong dan sebuah bolpen di depan gue. Lalu mulailah gue menulis.

Dear Jonas,
Apa kabar ? Do you miss me?
Aku nggak pernah mau mengulang apa yang aku tulis di surat ini, karena ini terlalu nyakitin aku, ini cukup sekali aja. So, aku mau jujur sama kamu sekarang tentang perasaan aku.

Kejadian bulan Juli yang lalu selalu menghantui aku. Kamu bilang sama aku, “Aku bosen. Aku jenuh. Long distance relationship terlalu susah untuk aku jalanin.” Aku tau kamu nggak sadar ketika kamu ngomong gitu sama aku. Tapi kayanya kita sama – sama tau bahwa itu adalah perasaan kamu yang sesungguhnya. Dan asal kamu tau, hati aku masih sakit sampai sekarang.

Kita udah hampir 2 tahun pacaran, aku masih merasa seperti mengejar – ngejar kamu. Aku merasa nggak kenal sama kamu, seperti clueless nggak tau harus ngapain supaya kamu sayang sama aku.

Aku memutuskan untuk nggak bertanya what the hell is wrong with you. Aku tau kamu punya masalah – masalah kamu sendiri, tapi hey, aku juga banyak masalah. Dan aku nggak ngerti kenapa kita nggak pernah bisa saling berbagi dan memberi support. Padahal itu satu – satunya tugas kita sebagai pacar, menjadi tempat bersandar untuk satu sama lain.

Kemana sih Jonas yang dulu ? yang bijaksana dan penyayang ? yang selalu bisa membuat aku senyum meskipun aku lagi nangis terisak – isak? Kenapa Jonas yang sekarang justru menjauhi aku? Don’t you know that I need you, so so much?

Kemarin malam aku menyadari sesuatu yang membuat aku luar biasa sakit hati. Aku menyadari bahwa satu – satunya orang yang paling perfect, yang paling aku sayang melebihi siapapun, ngak bisa membuat aku bahagia. Jonas, aku nggak bahagia pacaran sama kamu. Selama 2 tahun ini aku setengah mati beradaptasi dengan sifat cuek kamu, aku selalu mencari – cari salahku apa, aku selalu takut kamu nggak bahagia gara – gara aku. Tapi karena itu semua, aku dibutakan oleh obsesi sayang ini, sehingga aku lupa membuat diriku sendiri bahagia.

Setelah kita sama – sama susah, jatuh bangun berusaha mempertahankan hubungan ini, siapa sangkah ujung – ujungnya kita kembali seperti2 tahun yang lalu : complete strangers to each other.

Jonas aku sayang kamu. Tapi kita nggak bisa gini terus. Aku udah nggak sanggup, aku udah nggak punya tenaga lagi untuk menunggu – nunggu. Aku mau bahagia. Aku mau kamu bahagia. That’s all.

Mungkin, sebaiknya hubungan kita harus berhenti disini. Berawal dari surat, maka aku akhiri dengan surat juga. Ini susah banget buat aku, aku nggak mau kehilangan kamu. Tapi, aku merasa udah kehilangan kamu sejak lama. Aku akan berhenti disini. Berhenti berharap, berhenti mengejar, berhenti berusaha. All I ever wanted sebenernya cuman kamu merasa sama seperti aku. Rasa sayang yang besar, yang selamanya.

Meski aku bilang aku nggak bahagia, kamu akan selalu perfect di mataku. Dan aku akan selalu mengagumi kamu. Apapun yang terjadi setelah surat ini, ingatlah selalu, aku nggak akan pernah berubah.

Terimakasih kamu udah menjadi siapa kamu, terimakasih kamu udah berada di dalam hidup aku. Kamu inspirasiku selalu.

Sekarang waktunya untuk sakit hati sebentar, dan besok, kita move on. Aku nggak mau bikin pusing kamu lagi, aku nggak berharap apa – apa lagi dari kamu. Sekarang terserah kamu mau ngapain, aku nggak bakal bete lagi, aku janji.

Seperti yang selalu aku bilang.
Aku sayang kamu.



Letters, Stories and Dreams – Cassandra Niki

0 comments:

Post a Comment

Footer

Lorem Ipsum

Welcome

Ketika tak bisa lagi bersuara, tak sanggup berperang mulut, lewat tulisan ku sampaikan semuanya.
Powered by Blogger.