Dari Ashar sampai selesai Api Unggun

15.50 wib

Begitu Devi sadar, matanya tajam melihat ke arah belakang, kanan kiri. Posisi Devi masih di tenda dapur Putra. Setelah melihat ke belakang, dia langsung teriak - teriak, aku memegangi jempol kakinya, Pak Mugi bagian membacakan ayat, Dea memegangi tangannya, kami semua bekerja keras.

Tenda putra kami jadi tontonan.

Dea disitu sudah ketakutan, tetapi aku yang dasarnya panikan langsung ku bilang, udah pegang aja, gapapa !!
Setelah Devi sadar (baca: sudah lemas tidak teriak - teriak lagi), kami melihat Wisda menangis. Aku berfikir kalau Wisda menangis karena dia sedih melihat anggotanya ada yang kesurupan, btw, Wisda Pinru regu Putri. Waktu adzan Ashar berkumandang, kami segera mengantar Devi ke Masjid. Anak - anak yang bisa sholat juga ramai - ramai ke mesjid. Ketika melewati ibu kantin, Fyi, kami kemah di belakang sekolah Al Hidayah, belakang tenda kami, setelah melewati parit langsung ketemu kantin sekolah. Jadi pas kami mau ke arah mesjid, ibu kantin bertanya sama kami:

Bu Kantin : 'Dek, 'kena' nya dimana ?'
Me: 'Di tenda Putra buk, sebelah sana deket lapangan voli'
Bu Kantin: 'Ha itu kan, memang 'ada' disitu dek'
Me: 'Iya buk ?'
Bu Kantin : 'Iya, disitu itu blablablablabla' ibu ini menceritakan sejarahnya sampai ke...di tenda kalian juga itu 'ada', makanya ibu suka marah - marah kan sama kalian kalau kalian manjat - manjat pohon ?
Me: *aku nengok ke arah Dea dan aduh lupa sampingku siapa lagi* mereka meng-iyakan. Aku juga nggak pernah manjat dipohon belakang tenda, tapi aku pernah duduk sambil minum pop es disitu -___-

Lalu kami pamit ke Bu Kantin mau melihat kondisi Devi.
Sampainya di mesjid, ada murid yang ngadu, lupa aku siapa, dia bilang 'Buk, tadi Devi pas masuk Mesjid marah - marah, dia bilang 'Ini rumah Allah kok dikotori?', gitu buk' akunya nggak menjawab, hanya melihat kedalam mesjid, Devi masih sholat.

Setelah selesai sholat, ada Bapak Mukijo, orang yang dituakan di Mesjid itu yang mengobati Devi. Dari kejadian ini aku baru tahu kalau Devi memiliki indera keenam, eh, semacam indigo gitu. Sewaktu diobati Devi protes karena rumah Allah kenapa dikotori ? Dia protes dengan suara tinggi ke Pak Mukijo, yang berakhir kami semua harus kerja keras membersihkan lingkungan mesjid. Pak Mugi menyuruhku untuk memanggil semua yang ada di tenda, baik putra maupun putri untuk ke mesjid membersihkan lingkungan mesjid.

Selagi aku mau jalan ke tenda putra, tiba - tiba ada murid yang teriak 'Abeeeeeeeeeeeeggggg' dan spontan si Abeg langsung lari ke arah kami. Abeg ini Daniel. Dia baru bisa hadir karena pagi tadi harus ikut OSN. Diapun menyalamku, dan refleks kupeluk (baca: ketekin) sambil jalan dalam keadaan tangan kami masih bersalaman. Kami berjalan menuju jualan Pop Es. Padahal tadi niatnya ke tenda Putra, jadi beli Pop es :(

Setelah beli Pop Es kami kembali ke Mesjid. Abeg hanya bertanya kenapa Devi kok bisa gitu ? 
Sesampainya di mesjid, Miftah dan Indah juga sudah sampai. Bukannya bahagia kami pasukan sudah lengkap, malah sedih karena Wisda juga tiba - tiba aneh semenjak habis nangis. Wisda menjadi pendiam, kaku, dan tatapan matanya mengerikan.

Wisda lagi dikerubungi teman - temannya
Pasukan kebersihan
Ngutip sampah
Setelah Devi sembuh, kami kembali ke tenda Putra. Dea disini sudah lemes, katanya pundaknya sebelah sakit. Aku hanya bisa ngusuk - ngusuk, kirain pegel karena kaget tadi. Wisda sepanjanga jalan masih diam dan aneh.

Sampai di tenda Putra, Devi dan Wisda diproses Pak Mugi. Sementara kami yang lainnya malah ikut senam. Dari mulai Goyang Dumang sampai Famire di lapangan voli, misah dari peserta yang lain. Hehehe...

Selesai senam, kami berkumpul kembali ke tenda putra, dan disinilah terungkap bahwa......................jeng jeng jeng......
Oke disini aku off the record, nggak akan memceritakan semua apa yang dialami anak - anakku. Suasana dari jam 5 sore sampai jam 11 malam adalah suasana malam minggu paling menyeramkan sepanjang aku menjalani malam minggu. Nggak ada yang namanya api unggun. Peserta lain merayakan kemeriahan api unggun, aku di rumah kak Supri mengurusi anak - anakku yang lemah tak berdaya. Pengalaman yang super duper menakutkan.

Malam setelah api unggun, hanya ada satu perlombaan, yaitu; Forum Penggalang.
Peserta dari regu Putra : Adri dan Musa
Peserta dari regu Putri: Devi dan Rizky

Devi segera digantikan Amoy karena keadaannya yang tidak memungkinkan.

Setelah semua anak - anak tenang diobatin Pak Azhari atau Abah, fyi, Pak Azhari ini orang yang paling paling disegani di Desa ini, bahkan bukan hanya di desa ini saja, seseberang berumun pasti tunduk ketika bertemu beliau. Ternyata Abah sudah berpesan bahwa lokasi tenda kami salah satu lokasi yang paling rawan. Ketika selesai sholat Jumat kemarin Abah bertanya siapa yang menempati lokasi itu, kemudian dijawab Panitia 'Anak SMP' 'Yaudah, jangan dikotori' itu pesannya. Tetapi panitia tidak ada menyampaikan apapun kepada kami perihal ini, agak kecewa juga dibagian ini, minimal diberi nasihat bahwasannya jaga kebersihan, jangan manjat - manjat gitu kan enak, tapi sudah terlanjur, mau diapain lagi. 

Abah mau datang, karena kondisi anak memang sudah parah sekali. Dari sore beliau dihubungi tidak mau hadir membantu pengobatan, karena kata beliau 'kan sudah diingatkan', malam sekitar pukul 10.00 wib lah beliau baru hadir melihat anak - anakku yang sudah............sedih sebenarnya melihat keadaan Wisda disini.

Ketika Abah sampai rumah Kak Supri, Devi yang semenjak sore menjadi perantara 'seseorang yang lain' mengatakan, bahwasannya, yang memasuki tubuh Wisda sudah lari ketika Abah baru sampai depan pintu. Takut. Disitulah Wisda baru diam, tidak kaku dan tidak teriak - teriak lagi.

Begitu sudah semua disembuhin, aku ditugasin Pak Mugi untuk menjaga mereka semua. Tidur bareng mereka di rumah Kak Supri. Aku yang masih takut melihat Wisda, fyi nih, Wisda sudah sembuh, tapi masih bukan Wisda, gelagatnya masih aneh, tatapan matanya masih lain. Spontan aku menolak menjaga mereka. Aku yang sudah mikir entah kemana - mana berterus terang ke Pak Mugi kalau aku takut. Pak Mugi disitu memarahiku karena aku nggak boleh menunjukkan rasa takut didepan adik - adik. Tapi aku masih kekeuh bahwasannya aku mau pulang ke tenda. Untungnya ada Rini anak kelas IX yang bersedia menjaga adik - adiknya. Angkat topi untuk keberanian Rini.

Aku, Brilian, Anggi pulang diantar oleh Fery dan kawan - kawan ke tenda. Sampai ditenda adik - adik sudah pada tidur semua. Aku pun berusaha untuk tidur, tapi nggak bisa. Pengen nangis karena sudah ninggalin adik - adik. Kejadian - kejadian dari sore sampai malam masih terus berkelebat dipikiran yang membuatku semakin susah tidur.

0 comments:

Post a Comment

Footer

Lorem Ipsum

Welcome

Ketika tak bisa lagi bersuara, tak sanggup berperang mulut, lewat tulisan ku sampaikan semuanya.
Powered by Blogger.